Oleh karenanya, polisi menolak membuka hasil tes uji kebohongan Putri dan Susi ke publik.
”Setelah saya berkomunikasi dengan Kapuslabfor (Kepala Pusat Laboratorium Forensik) dan operator poligraf, hasil poligraf atau lie detector itu adalah pro justisia. Itu konsumsinya penyidik,” kata Dedi dalam keterangan pers, Rabu (7/9/2022).
Dedi menjelaskan, tingkat akurasi alat pendeteksi kebohongan yang dimiliki Polri mencapai 93 persen. Alat itu disebutnya didatangkan dari Amerika Serikat pada 2019.
Jika tingkat akurasi alat tersebut di bawah 90 persen, kata Dedi, hasil uji poligraf tidak masuk ranah penegakan hukum atau pro justisia.
Namun, karena akurasi lie detector Polri melewati angka 90 persen, maka hasilnya disebut pro justisia.
Oleh karenanya, lanjut Dedi, hasil uji poligraf terhadap para tersangka, termasuk Putri, diserahkan kepada penyidik untuk proses pembuktian di persidangan.
Menurutnya, hasil uji poligraf tersebut merupakan petunjuk dan bisa masuk dalam keterangan ahli.
”Penyidik yang berhak mengungkapkan, termasuk nanti penyidik juga menyampaikan di persidangan,” terang Dedi.
Pemeriksaan Ferdy Sambo
Setelah memeriksa empat tersangka dan satu saksi, Kamis (8/9/2022), giliran Irjen Ferdy Sambo yang diperiksa menggunakan alat pendeteksi kebohongan.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu menjalani uji poligraf di Laboratorium Forensik (Labfor) Bareskrim Polri, Sentul, Jawa Barat.
“Tes lie detector FS (Ferdy Sambo) di Labfor Sentul,” kata Irjen Dedi saat dikonfirmasi, Kamis.
Sambo juga merupakan tersangka dalam kasus ini. Dia bahkan diduga menjadi otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Tak hanya itu, suami Putri Candrawathi itu juga telah ditetapkan sebagai satu dari tujuh tersangka obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua.
Enam tersangka obstruction of justice lainnya juga merupakan anggota Polri yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Pihak kepolisian sebelumnya telah menyatakan bahwa tak ada insiden baku tembak antara Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo sebagaimana narasi yang beredar di awal.
Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Eliezer untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah supaya seolah terjadi tembak-menembak.
“Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak,” kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022).
Lima tersangka pembunuhan berencana dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
(ek/wo)