“Ada lima atau tujuh kelompok tani yang sudah menggarapnya. Lalu agar ada bukti garap, mereka minta dibuatkan surat kepada SGY yang waktu itu menjabat sebagai Camat Jayapura,” jelasnya.
Saat itu, lanjut Hamsal, SGY menyanggupi dan setiap masyarakat di dalam kelompok tani tersebut menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati.
“Besarannya bervariasi, sekitar Rp5 jutaan. Lantas, SGY membuatkan surat tapi belum diregistrasi karena Pemkab OKU Timur dan Dinas Kehutanan tidak memberi izin. Memang lahan itu tidak boleh dijual belikan dan tidak bakal keluar surat serta tidak bisa dimiliki, hanya boleh digarap dengan batas waktu tertentu,” terangnya.
Mengetahui hal itu, masyarakat melalui kelompok tani masing-masing meminta uang mereka dikembalikan.
“SGY sempat berjanji akan mengembalikan uang masyarakat tersebut. Namun, karena tidak kunjung dikembalikan, akhirnya semua perwakilan kelompok tani melapor ke Polres OKU Timur,” beber Hamsal.